Pandemi: Antara Berkah dan Kenangan Pahit
Flashback ke masa sebelum pandemi, semua terasa sangat
menyenangkan dan begitu mudah. Pasar yang ramai, kantor yang sibuk, sekolah
yang penuh canda tawa, pawai budaya yang meriah, bus-bus besar lalu lalang,
hotel dan villa full booking, dan tempat wisata dipenuhi wisatawan. Masih
teringat jelas dalam memori betapa ringannya melangkahkan kaki, berjalan menuju
gerbang sekolah dimana hal yang paling berat hanyalah bangun pagi dan
menyiapkan PR Matematika.
Namun, segalanya berubah ketika virus tak kasat mata
ini dikonfirmasi masuk ke Indonesia dua tahun lalu tepatnya pada Senin, 2 Maret
2020. Suasana mencekam, kelangkaan masker yang berujung pada melambungnya harga
masker, berita hoax bertebaran, PHK masal, dan aturan baru bermunculan untuk
meminimalisir penyebaran virus. Putu yang pada saat itu masih duduk di kelas 11
di salah satu SMA favorit di Gianyar tiba-tiba harus menerapkan pembelajaran
dari rumah akibat ditutupnya sekolah atas aturan pemerintah.
Satu minggu pertama pembelajaran daring begitu aneh
karena harus menyesuaikan diri terhadap situasi dan kondisi. Pembelajaran masih
dilakukan dengan memanfaatkan aplikasi Whatsapp baik untuk diskusi maupun
mengumpulkan tugas. Rasanya menyenangkan seperti semi liburan sekolah. Namun,
lambat laun pembelajaran melalui Whatsapp dirasa kurang efektif oleh pihak
sekolah sehingga Putu dan teman-temannya diharuskan mengikuti pembelajaran
melalui aplikasi Zoom yaitu sebuah aplikasi komunikasi berbasis video.
Seketika masalah mulai datang silih berganti. Putu
merasa kesulitan ketika akan mengunduh aplikasi Zoom yang akan digunakan untuk
pembelajaran dikarenakan handphone yang tidak mendukung dan penyimpanan yang ia
miliki tidak cukup ruang. Dengan berat hati, ia menghapus aplikasi yang jarang
digunakan serta beberapa momen yang ada di galerinya agar menyisakan sedikit
ruang. Namun, kecewa yang didapatkannya, meskipun beberapa aplikasi dan momen
di galeri telah terhapus tetap saja tidak merubah keadaan. Sebenarnya ia
memiliki laptop, namun sudah lama menunjukkan gejala untuk diganti dengan unit
yang baru karena bermasalah pada motherboard (otak dari laptop). Secara silih
berganti akhirnya ia meminjam laptop kepada kakak sepupunya. Namun hal tersebut
tidak berlangsung lama karena laptop tersebut juga sangat dibutuhkan oleh kakak
sepupunya yang pada saat itu berkuliah di salah satu Universitas Negeri di
Bali.
Putu yang saat itu berusia 17 tahun, bisa dibilang
sedang dalam kategori anak-anak bukan, orang dewasa pun bukan. Sedang dalam
masa membutuhkan uang, namun segan untuk meminta, ditambah lagi ekonomi
keluarganya yang sedang terpuruk. Ayahnya baru saja di PHK dari hotel tempat
bekerja, ibunya yang seorang karyawan swasta terkena imbas pemotongan upah,
juga sedang menanggung dua adiknya yang masih SMP dan TK yang sama-sama
membutuhkan penunjang pembelajaran. Sudah hampir seminggu Putu absen mengikuti
pembelajaran namun enggan untuk memberitahukan orangtuanya. Hingga pada
akhirnya wali kelas Putu mempertanyakan kehadirannya kepada orangtuanya.
Orangtua Putu tidak menyangka bahwa anak perempuan
pertama dan satu-satunya tersebut memendam permasalahannya sendiri. Dengan
keadaan seperti itu Putu dan keluarga merasa bingung bagaimana cara
menyelesaikan masalah tersebut. Seketika orangtuanya teringat dengan tempat
mereka berlangganan handphone. Alhasil Putu pergi ke Smile Selular, toko
handphone dan laptop yang terpercaya di daerah Gianyar. Disanalah tempat ayah
Putu dahulu membeli handphone dengan cara kredit. Hal yang sama kemudian ia
terapkan untuk menyelesaikan permasalahan anaknya. Bersyukur sekali, laptop
yang dibutuhkan dapat dibeli meskipun dengan cara kredit.
Sadar akan bertambahnya beban, Putu tak lagi absen mengikuti pembelajaran, justru semakin rajin menggali ilmu dan meningkatkan skill. Sekali dalam sehari ia rutin mencoba-coba resep dari youtube untuk dapay diuangkan dan menambah penghasilan keluarga. Tak disangka, berbekal resep dari youtube ia mencoba menjual bakwan keladi serta rujak rambutan yang pada saat itu menjadi camilan kekinian di wilayahnya. Berkat kegihihannya, hingga kini usaha camilannya terus berlanjut dan berhasil melunasi cicilan laptop di Smile Selular tanpa hambatan