Kalau Hujan Nggak Kepanasan, Kalau Panas Nggak Kehujanan

Kalau Hujan Nggak Kepanasan, Kalau Panas Nggak Kehujanan


Kalau panas nggak kehujanan, kalau hujan nggak kepanasan. Barangkali diantara kalian pernah mendengar kalimat itu. Betul. Begitulah kami menggambarkan keadaan sebagai tukang ukur jalan, menunggangi kuda besi dengan jas hujan yang siap sedia di bawah jok. Kami bekerja, mengandalkan cuaca atas kuasa Tuhan. Pekerja lapangan pasti hafal, jika hujan turun, senyum kami mendadak terasa getir, namun disisi lain ada yang sedang sumringah jika hujan turun.

Ngomongin soal hujan, ada sedikit cerita menarik dari ojek online yang ku tumpangi bernama Pak Sasi. Sepanjang perjalanan dari Gianyar ke Ubud (pada saat itu hari Valentine, kebetulan aku yang jomblo ini menginginkan starbucks, mencari pelipur lara di tengah gempuran perayaan hari kasih sayang), Pak Sasi bercerita mengenai kehidupannya. Padahal aku hanya menjawab "hahh, oh iya, iya pak, hahhh lagi" (mendadak budek kalau sudah di atas motor) tapi beliau tetap saja ngalur ngidul bercerita. Beliau sendiri tidak menyangka bahwa hari ini berprofesi sebagai ojek online. Sebelumnya beliau bekerja sebagai HRD Manager salah satu Hotel bintang 5 di Bali namun memutuskan untuk resign dengan alasan tekanan dari atas dan tekanan dari bawah.

Sejak resign beliau memutuskan untuk banting stir menjadi sopir ojek online. Baginya, bekerja di luar apa yang biasa dikerjakannya merupakan hal yang menantang. Bagaimana tidak, beliau yang terbiasa berteman dengan ruangan full AC, kini memiliki teman baru (sinar matahari, debu, panas, dan hujan). Bertemu juga dengan sesama supir ojek online dengan latar belakang yang berbeda-beda, pelanggan yang beragam, merupakan sebuah kebahagiaan baginya, pun bisa berbagi cerita bersama.

Pernah suatu waktu, hujan tiba-tiba turun sangat deras tanpa memberi aba-aba, beliau sedang menuju pangkalan ojek online sepulang dari mengantarkan orderan pelanggan.

"wahhh betul-betul kacau sih waktu itu dik", ucapnya

Handphone yang biasa beliau gunakan untuk menerima orderan tanpa disadari sudah setengah basah (pada saat hujan turun posisi handphone di stang motor). Alhasil, layar handphone yang semula sehat pun harus mendapat perawatan intensive. Teman-teman ojek online di pangkalan merekomendasikan untuk dirawat di unit A, unit B, unit C, sampai unit Z. Beliau mulai berpikir keras karena harga perawatan sudah pasti mahal. Rasa-rasanya, ketika beliau membeli handphone tersebut, masih memiliki garansi dati toko. Nah, beliau memutuskan pergi ke unit S (baca: Smile Selular), tempatnya membeli handphone tersebut. Bersyukur sekali pada saat membeli handphone, beliau mau mendaftarkan handphonenya dengan Smile Proteksi.

"smile proteksi gimana maksudnya pak?", tanya ku penasaran. Kalau yang ini aku mendengar sangat jelas, bukan "hahhh" "hahhh" lagi seperti orang budek.

 

Bapak 1 anak ini mengungkapkan bahwa handphone yang didaftarkannya menggunakan Smile Proteksi bisa diperbaiki dimana sebagian besar biaya perbaikan ditanggung oleh Smile Selular. Jadi, beliau tidak perlu pusing untuk mencari biaya tambahan. Jika saja beliau tidak mendaftarkan handphonenya dengan Smile Proteksi, mungkin saja beliau akan mencari pinjaman lagi yang membuat utangnya semakin membengkak.

"penting banget dik pakai Smile Proteksi, saya sendiri buktinya. Next time beli produk di Smile Selular aja mendingan sih kalau kata saya", ucapnya menutup percakapan pada malam itu, dimana tak terasa kami sudah sampai di depan gerai Starbucks.

Malam itu aku mulai merenung dan memikirkan, ternyata ada banyak hikmah yang bisa kita petik pada setiap kejadian.


Sumber : otosia.com